lintastiga.com, Bukittinggi – Walikota Bukittinggi, Erman Safar angkat bicara soal kisruh Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dengan Novotel Bukittinggi satu bulan terakhir.
“Harusnya selesaikan secara baik dan tidak berisik, karena kalau dunia usaha di kota Bukittinggi ada tekanan politik, apalagi hotel sekelas Novotel, kami selaku Pemerintah Kota Bukittinggi jadi sulit mengajak pengusaha lain untuk mengembangkan bisnis dan berinvestasi. Investor akan menjadikan keadaan politik yang akan membuat mereka berfikir ulang untuk berinvestasi,” ujar Wako Erman, Sabtu 11/02 saat dikonfirmasi.
Wako Erman mengatakan pihaknya menginginkan brand besar yang ada di Bukittinggi seperti Hotel itu tetap diberi kesempatan memperpanjang usahanya di Bukittinggi.
“Karena kota wisata ini butuh kehadiran brand besar yang akan mengangkat nilai jual kota Bukittinggi sebagai kota yang layak dikunjungi dengan berbagai fasilitas hotel yang ternama, tentunya akan menjadi sebuah indikasi positif buat pengusaha lain keberadaan perusahaan-perusahaan kelas nasional di Bukittinggi,” lanjut Wako Erman.
Ia berharap DPRD Sumbar dalam membahas persoalan dengan Novotel agar obrolan dan diskusi yang sifatnya belum final tak perlu di publikasi.
“Tak semuanya harus dipublikasi, ada hal-hal sensitif yang akan berdampak terhadap tingkat kepercayaan pengusaha untuk berinvestasi disektor tertentu disebuah kota, ini perlu dipertimbangkan.” Jelas Wako.
Sebelumnya diketahui Hotel Novotel melakukan kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemprov Sumbar. Namun dalam kerjasama tersebut, pihak Hotel Novotel selalu mengalami kerugian setiap tahun.
Terkait hal ini, Ketua Komisi III DPRD Sumbar, Ali Tanjung mengatakan Direktur PT. Grahamas Citrawisata selaku pengelola Novotel Bukittinggi, Dedi Sjahrir Panigoro sudah dua kali diundang oleh Komisi III DPRD Sumbar, akan tetapi Dedi Panigoro tidak pernah memenuhi undangan tersebut.
Ali mengatakan pihaknya akan meminta BPK RI turun tangan melakukan audit investigasi apabila Dedi Panigoro tidak hadir dalam pemanggilan ketiga.
Sebab, kata dia, lahan yang digunakan Hotel Novotel merupakan aset Pemprov Sumbar.
“Nanti setelah panggilan ketiga baru bikin surat resmi ke BPK. Banyak aset di Sumatera Barat itu dikelola asal-asalan, sehingga tidak mendatangkan keuntungan bagi Pemerintah Provinsi sebagai pemilik aset. Kita dalami itu kenapa dulu bisa terjadi? Apakah ada unsur-unsur lain, apakah ada permainan atau kesengajaan atau kelalaian. Itu yang ingin kita dalami,” kata dia.” ujar Ali Tanjung, dikutip sumbar.antaranews.com.