BUKTTINGGI, LINTASTIGA.COM – Rabu (1/2/2023) Pemerintah Kota Bukittinggi resmi memberlakukan aturan baru bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL) di seputaran taman Pendestrian Jam Gadang, jalan Minangkabau dan Pasar Atas Bukittinggi
“Ini menjadi (trending topik) ramai di perbincangkan warganet.
Bukittinggi Hebat menuju wajah baru kota wisata,” ucap Oktavia. Jr. St. Mangkuto Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Petantau Minang Kepri (PPMK) Kota Tanjungpinang – Kepulauan Riau
Diketahui Oktavia. Jr. St. Mangkuto yang juga putra asli kota Bukittinggi kepada Jurnalis (via telepon) ia mengatakan, kami sangat mengapresiasi langkah baru, inovasi bagi penataan para pedagang kecil di kota Bukittinggi
“Mudah-mudahan ini terus berlanjut, Bukittinggi dibawah kepemimpinan bapak Erman Safar memang banyak kami dengar membantu masyarakat khususnya usaha super mikro (UMKM),” tuturnya
Dengan berpakaian adat, (laki-laki) celana batik, baju hitam Taluak Bolango dan memakai Deta di kepala, (wanita) berpakaian kebaya/gamis warna hitam.
Tidak hanya pedagang kaki lima saja yang memakai pakaian adat tersebut. Petugas Satpol PP Kota Bukittinggi pun berperan aktif untuk menjadi daya tarik pengunjung yang datang ke kota wisata dan untuk melestarikan budaya, petugas juga memakai Deta
Kasat Pol PP Kota Bukittinggi Efriadi mengatakan, Satpol-PP mengawasi dan mengawal program Walikota Bukittinggi Erman Safar dan menindak tegas (PKL) yang melanggar kesepakatan bersama dengan Walikota Bukittinggi
“Dengan mengambil kembali kartu anggotanya dan diserahkan ke Dinas Pasar, akibatnya mereka tidak bisa lagi berjualan di areal tersebut,” ucap kasat itu tegas.
Pemkot Bukittinggi juga telah mendata PKL di Bukittinggi. Yakni sebanyak 490 PKL yang tersebar di Jalan Cindua Mato, Jalan Minangkabau, Pasar Atas, Pasar Lereng, Jenjang Gudang dan khususnya seputaran Jam Gadang.
Walikota Bukittinggi Erman Safar pada Kamis,(25/1) lalu mengatakan, pedagang yang melanggar aturan yang disepakati bersama akan diberikan sanksi tegas. “Kita cabut izinnya dan tidak boleh berjualan lagi di tempat itu,” katanya.
“Garis besarnya adalah dengan ekonomi sulit, kami carikan solusinya PKL dibekali nilai-nilai kebudayaan dalam bentuk pakaian, tata cara dan aturan dalam berjualan, kemudian kehadiran mereka jadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung, ” imbuhnya. (**)