Bukittinggi, lintastiga .com — Di sebuah warung kopi sederhana di sudut kota, tampak sosok berseragam lapangan, dengan mata tajam menatap layar ponsel dan jari-jemari yang penuh bekas kerja keras. Dialah Hendra Laren, wartawan independen yang juga seorang petani aktif di lereng Bukit Barisan.
Meski berprofesi sebagai jurnalis, Hendra tak pernah benar-benar meninggalkan tanah garapan. Pagi hari ia turun ke ladang, sore atau malamnya menulis dan mengirim laporan, mengangkat isu-isu rakyat kecil yang kerap luput dari sorotan media arus utama.
“Bagi saya, jadi petani dan wartawan itu satu napas. Sama-sama bicara soal perut rakyat dan keadilan sosial,” ujar Hendra singkat sambil menyulut rokok di sela istirahatnya. Senin 28 Juli 2025.
Selama ini, Hendra dikenal sebagai penulis kritis terhadap isu-isu agraria, lingkungan, dan ketimpangan pembangunan. Ia kerap menyuarakan suara petani, buruh harian, dan warga pelosok yang terkena dampak kebijakan pemerintah. Banyak tulisannya menjadi rujukan bagi aktivis dan pemangku kebijakan di tingkat daerah.
Namun di balik keberaniannya menyuarakan suara masyarakat, Hendra tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia lebih memilih warung kopi rakyat daripada kantor redaksi megah, dan ladang kecilnya tetap ia rawat sendiri sebagai bentuk keteguhan dan akar perjuangan.
Hendra Laren adalah potret jurnalis yang merawat dua ladang: ladang berita dan ladang kehidupan. Sosok seperti dia menunjukkan bahwa keberpihakan tidak harus datang dari tribun tinggi, tetapi bisa lahir dari tanah yang basah oleh keringat.(Redaksi)