10drama.com -.CO.ID – JAKARTA.Beberapa perusahaan otomotif dan komponen telah mengumumkan hasil keuangan mereka hingga semester pertama tahun 2025. Kebanyakan dari mereka mengalami penurunan dalam laba bersih.
Dari rangkaian perusahaan Grup Astra, PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) keduanya mencatatkan penurunan laba masing-masing sebesar 2,15% dan 7,38%. Meskipun demikian, pendapatan mereka masih mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 1,81% dan 4,22%.
Di sisi lain, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) justru mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 9,36%, sementara pendapatan meningkat 2,54% dari tahun sebelumnya.
Di sisi lain, sektor komponen kendaraan melaporkan kinerja yang beragam. PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mengalami penurunan pendapatan yang sedikit sebesar 0,32%, sementara laba bersihnya mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga 21,94%.
Kemudian, PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR) mencatat pertumbuhan penjualan sebesar 2,93%, namun menghadapi penurunan laba yang signifikan hingga 58,66%. PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) juga mengalami tekanan, dengan pendapatan yang menurun sebesar 3,28% dan laba bersih mengalami penurunan sebesar 23,92%.
PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) menjadi salah satu yang mencolok dengan peningkatan pendapatan sebesar 8,75% dan laba bersih meningkat 18,48%. Selanjutnya, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) menunjukkan kinerja yang cukup kuat dengan kenaikan laba bersih sebesar 1,31% dan pertumbuhan penjualan sebesar 8,55%. Tak ketinggalan, PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT) juga mengalami peningkatan dalam kinerja dasarnya dengan kenaikan pendapatan dan laba masing-masing sebesar 15,43% dan 109,65%.
Emiten Otomotif Tak Menderu
Analis Penelitian Saham OCBC Sekuritas Farrell Nathanael menyebutkan beberapa faktor utama yang menjadi beban berat terhadap kinerja perusahaan otomotif pada semester I-2025.
Pertama,penurunan kemampuan beli masyarakat, khususnya pada kelompok kelas menengah.
Kedua, pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya kuat memperkuat sentimen negatif. Hal ini menunjukkan kondisi keuangan masyarakat secara keseluruhan yang masih belum pulih sepenuhnya, sehingga pengeluaran untuk barang-barang non-esensial seperti kendaraan menjadi prioritas yang lebih rendah.
Ketiga,kebijakan pajak dan kredit. Perubahan kebijakan pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta pengaturan pajak lainnya turut memengaruhi harga jual kendaraan. Di sisi lain, peningkatan loan yang tidak lancar (NPL) di sektor lembaga pembiayaan menyebabkan mereka lebih hati-hati dalam memberikan kredit, yang pada akhirnya menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan fasilitas pembelian kendaraan secara kredit.
Keempat, faktor luar seperti ketegangan geopolitik dan risiko perang dagang juga berdampak negatif. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap inflasi dan kenaikan bunga pinjaman, yang bisa membuat masyarakat lebih waspada dalam melakukan pembelian besar. Di sisi lain, melemahnya kurs rupiah juga memberi tekanan pada harga mobil.
Melihat kinerja yang tidak stabil di sektor otomotif pada semester pertama tahun 2025, OCBC Sekuritas menyesuaikan perkiraan penjualan mobil nasional menjadi sekitar 800.000 unit hingga akhir tahun 2025.
Dalam wawancara terpisah, Vice President Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, mengatakan bahwa tekanan yang dirasakan oleh industri otomotif pada semester pertama 2025 disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, penurunan permintaan terlihat dari angka penjualan yang hanya mencapai 474 ribu unit di semester I-2025, turun dibandingkan 505 ribu unit pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Selain itu, pangsa pasar mobil yang dimiliki ASII juga menurun menjadi 54%,” kata Audi kepada 10drama.com, Rabu (7/8).
Kedua, terjadi perubahan arah permintaan terhadap kendaraan listrik berbasis baterai (BEV), yang terlihat dari meningkatnya penjualan BEV hingga sekitar 35 ribu unit, dengan BYD menguasai pasar sekitar 39%.
Ketiga, pelemahan di sektor pembiayaan turut menjadi faktor penghambat. Berdasarkan data OJK pada Mei 2025, pembiayaan kendaraan baru mengalami penurunan sebesar 0,24% secara tahunan menjadi Rp234 triliun. Bersamaan dengan itu, tingkat kredit bermasalah (NPF) gross untuk perusahaan multifinance meningkat menjadi 2,57% dari bulan sebelumnya yang berada di angka 2,43%.
Peluang pada Tahun 2025 Berikutnya
Farrell juga menjelaskan terdapat berbagai perasaan yang akan mendukung industri otomotif hingga akhir tahun 2025, seperti, perasaan penurunan bunga bank.
“Harapan adanya penurunan bunga pinjaman dapat mengurangi beban angsuran kredit kendaraan, yang berpeluang meningkatkan kemampuan beli masyarakat,” ujar Farrel kepada 10drama.com, Rabu (6/8).
Kemudian terdapat sentimen pengeluaran pemerintah. Menurutnya, kenaikan pengeluaran pemerintah pada akhir tahun biasanya mampu menggerakkan roda perekonomian dan memberikan suasana positif bagi sektor industri.
Terakhir, sektor otomotif juga akan didukung oleh suasana kerja yang lebih lama. Tanpa adanya libur panjang atau pemotongan cuti bersama, kegiatan ekonomi dan produktivitas diharapkan meningkat.
“Kami tetap percaya bahwa potensi penjualan mobil akan terus berkembang dalam jangka panjang. Hal ini didukung oleh tingkat kepemilikan kendaraan yang masih cukup rendah di Indonesia, serta naiknya pendapatan per kapita dan distribusi kekayaan,” kata Farrel.
Audi melihat prospek industri otomotif masih menghadapi berbagai tantangan hingga akhir tahun 2025. Namun, situasi ini kemungkinan akan membaik dengan adanya kemungkinan penurunan suku bunga yang dapat mendorong kembali pertumbuhan penjualan.
“Selain itu, permintaan terhadap produk BEV diharapkan akan terus meningkat secara bertahap,” ujar Audi.
OCBC Sekuritas tetap merekomendasikan pembelian saham ASII dengan target harga sebesar Rp 5.800.
Sementara Audi merekomendasikan saham trading buysaham ASII dan AUTO memiliki target harga masing-masing sebesar Rp 5.225 dan Rp 2.300 per saham.