Tekno  

Kilas Balik Pesawat N250, Teknologi Nasional di Museum

10drama.com -,JAKARTA — Pada tanggal 10 Agustus 1995 atau 30 tahun yang lalu, pesawat yang merupakan karya Bapak Teknologi Nasional,Bacharudin Jusuf Habibie, N250pada kali pertama tayang di langit Indonesia.

Penerbangan pesawat N250 Gatotkaca yang pertama di langit Kota Bandung dan disaksikan langsung oleh Presiden Soeharto, menjadi kenang-kenangan dalam perayaan Hari Teknologi Nasional (Harteknas) yang jatuh pada tanggal 10 Agustus setiap tahunnya.

Sayangnya, masa depan N250 yang dibuat oleh Habibie tidak bertahan lama setelah krisis moneter melanda Indonesia. Mengakibatkan Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut terhenti dengan imbalan utang dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Fund (IMF).

Akibatnya, pesawat tersebut terpaksa berada di hangar PT Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), yang kini bernama PT Dirgantara Indonesia (Persero), selama 25 tahun sebelum akhirnya dibawa ke museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala (Muspusdirla) Yogyakarta pada tahun 2020.

Spesifikasi Pesawat N250 

Mengutip dari situs resmi Institut Teknologi Dirgantara Adisutjipto, pesawat N250 dilengkapi dengan mesin dual turboprop 2439 KW Allison AE 2100C yang memiliki 6 bilah baling-baling.

Aircraft ini memiliki berat kosong sebesar 13.665 kg, berat maksimum saat lepas landas 22.000 kg, panjang 26,30 meter, tinggi 8,37 meter, dan rentang sayap 28 meter.

N250 Gatotkaca dapat terbang dengan kecepatan maksimum 610 km per jam dan kecepatan efisien 555 km per jam. Kecepatan ini menjadi yang terbesar dalam kelas turboprop yang mampu menampung 50 penumpang.

Sementara ketinggian operasionalnya mencapai 25.000 kaki atau 7.620 meter di atas permukaan laut dengan jangkauan terbang sejauh 2.040 km. Sementara bahan bakar standar pada N250 mampu menempuh jarak hingga 1.480 km.

Sementara menurut laporan media Bisnis, salah satu keunggulan yang ditonjolkan IPTN dalam memenangkan persaingan di pasar pesawat komuter 80 penumpang pada masa itu adalah dengan menyematkan sistem kendali penerbangan fly by wire (FBW) pada N-250.

Sejauh ini, teknologi FBW hanya digunakan pada pesawat berukuran besar seperti Airbus A-320 dan Boeing 777. Oleh karena itu, N-250 merupakan pesawat ketiga yang memanfaatkan teknologi tersebut, atau yang pertama di kelas pesawat komuter.

Selain faktor keamanan, sistem FBW dirancang untuk membantu pilot mengendalikan pesawat dalam berbagai situasi.

Sejarah Pesawat N250 

Rencana pengembangan pesawat N250 pertama kali diumumkan oleh PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), yang kini dikenal sebagai PT. Dirgantara Indonesia, saat Paris Air Show pada tahun 1989. Pembuatan prototipe pesawat N250 Gatotkaca dimulai pada tahun 1992.

Awalnya, pesawat ini dirancang dengan kapasitas 30 penumpang, namun pada tahun 1989 desainnya diubah dan dibuat dengan kapasitas 50 penumpang. Sebenarnya, pesawat ini dibuat sebagai alat transportasi antar pulau dan antar kota, sehingga bentuk N250 tidak terlalu besar.

Pemilihan nama pesawat N250 Gatotkaca tentu tidak dilakukan secara sembarangan. Kode N dalam nama pesawat mengandung makna “Nusantara”, yang menunjukkan bahwa proses perancangan hingga produksinya dilakukan di Indonesia. Sementara itu, “Gatotkaca” yang diberikan pada pesawat tersebut merupakan nama yang ditetapkan oleh Presiden RI ke-2 Soeharto untuk prototipe N250.

Sementara itu angka 250 merujuk pada 2 unit mesin dan 50 menggambarkan kapasitas pesawat yang mampu membawa 50 penumpang. Pesawat karya BJ Habibie ini memanfaatkan teknologi yang cukup maju yang dirancang untuk digunakan selama 30 tahun ke depan.

Almarhum Bacharudin Jusuf Habibie, yang saat itu memimpin IPTN, ternyata telah menyiapkan 4 desain prototipe pesawat komuter dengan kapasitas angkut 50 penumpang—termasuk N250.

Empat gambar desain pesawat masih terpajang di kantor PT Dirgantara Indonesia (Persero). Presiden RI yang kedua, Soeharto, pernah memberikan nama pada setiap gambar rancangan pesawat N250 tersebut.

Pertama, Gatotkoco, kemudian Kerincing Wesi, Konconegoro, dan yang terakhir Putut Guritno. Potongan kertas halaman buku tulis yang berisi tulisan tangan masing-masing nama pesawat tersebut dipamerkan bersama gambar 4 desain pesawat itu, ditandatangani oleh Habibie pada tanggal 17 Agustus 1993.

Dua di antaranya, yaitu Gatotkoco dan Koconegoro telah selesai dibangun pada masa itu. Sementara empat pesawat lainnya secara keseluruhan disiapkan untuk menjalani uji sertifikasi agar lebih cepat selesai menyelesaikan jam terbang yang ditentukan bagi pesawat baru.

“Dua sudah terbang. Proses sertifikasi telah dimulai, tetapi belum selesai. Masih belum tuntas, hingga krisis terjadi dan proyek ini dihentikan,” ujar Direktur PT Dirgantara Indonesia (Persero) Elfien Goentoro pada waktu itu.

Habibie mengatakan bahwa harga jual N-250 diperkirakan mencapai US$13,5 juta atau sekitar Rp27 miliar. Dengan harga penjualan tersebut, IPTN akan mencapai titik impas setelah menghasilkan Gatotkaca yang ke-260.

Angka penjualan tersebut diperkirakan tercapai pada tahun 2007, jika pemasaran berjalan lancar. Di sisi lain, IPTN menghabiskan banyak dana untuk pengembangan proyek yang sangat prestisius ini. Paling tidak, sebesar 650 juta dolar AS dari anggaran pemerintah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Harapan penjualan dan impian N250 yang bergerak naik-turun di langit Nusantara tidak pernah terwujud akibat krisis moneter. N250 bahkan menjadi salah satu poin dalam kesepakatan dengan IMF, di mana penghentian program ditukar dengan bantuan pinjaman dari IMF untuk mendukung perekonomian Indonesia.