Indeks

TNI Rekrut 27 Ribu Prajurit Batalyon Pembangunan

, Jakarta— Wakil Kepala Staf TNI AD, Letnan Jenderal Tandyo Budi Revita menyampaikan bahwa telah dilakukan perekrutan sebanyak 27.000 prajurit Batalyon Teritorial Pembangunan dari kalangan tamtama. Selain itu, TNI juga merekrut 7.520 calon prajurit batalyon non-tempur dari kalangan bintara. “Ini menunjukkan tingginya minat masyarakat dan pemuda Indonesia untuk menjadi anggota TNI,” ujar Tandyo di kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu, 9 Juli 2025.

TNI, menurutnya, akan terus melakukan perekrutan calon anggota Batalyon Teritorial Pembangunan. Alasannya, hingga saat ini proses perekrutan baru berlangsung pada tahap pertama. Dalam tahap ini, ia menjelaskan, TNI telah melaksanakan proses perekrutan di 50 lokasi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. “Akan dilanjutkan tahap kedua di 50 lokasi lainnya,” kata Tandyo.

Rencana pembentukan batalyon teritorial pembangunan awalnya diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja bersama Komisi Pertahanan DPR, pada 25 November 2024 lalu. Ia menyampaikan bahwa gagasan pembentukan Batalyon non-pertempuran ini berasal dari Presiden Prabowo Subianto yang berharap setiap Kabupaten akan dijaga oleh satu Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan.

Selanjutnya, batalyon ini akan diperkuat oleh dua batalyon yang berasal dari komponen cadangan (Komcad). Menurut Sjafrie, keinginan Prabowo untuk memiliki batalyon di setiap kabupaten yang saat ini berjumlah 514 bertujuan menciptakan stabilitas keamanan serta mendukung kesejahteraan masyarakat dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, hingga kesehatan. “Ini menunjukkan peran TNI yang lebih menyeluruh,” ujar mantan Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta tersebut.

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti, rencana pembentukan batalyon pembangunan wilayah berisiko menyebabkan pelanggaran hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI. Perwakilan Aliansi Masyarakat Sipil, Al Araf, menyatakan bahwa Pasal 5 UU TNI secara jelas menyebutkan TNI sebagai alat negara yang bertanggung jawab atas pertahanan, bukan terlibat dalam masalah ketahanan pangan.

“Di pasal yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP) juga tidak dijelaskan bahwa prajurit bertanggung jawab atas masalah ketahanan pangan,” ujar Al Araf melalui pesan singkat, Senin, 16 Juni 2025. Dalam Pasal 7 ayat 2 butir b UU TNI, memang diatur tentang OMSP. Di pasal tersebut, prajurit TNI diperbolehkan menjalankan tugas pokok OMSP dalam 16 bidang. Namun, tidak ada satupun yang secara eksplisit menyebutkan bahwa TNI harus terlibat dalam bidang ketahanan pangan.

Al Araf menyampaikan bahwa OMSP merupakan tugas sementara dan bersifat ad hoc bagi prajurit, sehingga menganggap OMSP sebagai tugas pokok yang tetap dengan cara menyelipkannya ke dalam batalyon pembangunan adalah kesalahan. “Ini sudah melanggar prinsip dasar dan fungsi TNI sebagaimana diatur dalam undang-undang,” katanya.

Dampak Putusan MK Pemilu Terpisah: DPRD Gembira, DPR Marah

Exit mobile version