Indeks

Sistem Biometrik BPJS Dianggap Buruk, DPRD Minta Evaluasi Pemda

Lintaskriminal.co.id -, SAMPIT –Penerapan sistem biometrik oleh BPJS Kesehatan mendapat keluhan dari masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Karena sistem tersebut dinilai menghambat pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit.

Pengamatan pada Senin (6/10/2025), antrian pasien di rumah sakit milik Pemkab Kotim terlihat panjang.

Penduduk yang datang untuk memperoleh layanan kesehatan mengalami penantian yang lama karena proses verifikasi data menggunakan sidik jari dan pemindaian wajah.

Merespons kondisi tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto, segera merespons dengan cepat.

Di hadapan para jurnalis, ia menghubungi pihak BPJS Kesehatan guna meminta penjelasan terkait keluhan masyarakat tersebut.

Menurut Dadang, layanan kesehatan seharusnya berjalan secara menyeluruh dan efisien tanpa menambah kesulitan administratif bagi masyarakat.

Ia menilai proses validasi yang rumit justru berpotensi menghambat akses layanan bagi peserta BPJS.

“Jasa kesehatan harus menyeluruh, dari awal hingga akhir. Jika di hulu sudah rumit, maka seluruh proses pelayanan juga akan terganggu,” tegas Dadang.

Ia juga menegaskan bahwa sistem BPJS sebenarnya telah terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Oleh karena itu, ia meragukan alasan penerapan verifikasi tambahan di rumah sakit.

“Sekarang semua data peserta telah terkait dengan NIK. Cukup masukkan NIK, datanya langsung muncul. Jika demikian, mengapa masih perlu diverifikasi kembali di rumah sakit? Hal itu justru memperlambat proses,” katanya.

Berdasarkan koordinasi yang dilakukannya dengan pihak BPJS, Dadang menyampaikan bahwa penerapan sistem biometrik sebenarnya telah dijalankan secara nasional sejak tahun 2023.

Namun, RSUD dr Murjani baru akan memulai sistem ini pada tahun 2025.

“Data dari BPJS, ini bukan aturan yang baru. Hanya saja RSUD dr Murjani terlambat menerapkannya, sehingga sekarang terasa seperti kebijakan yang tiba-tiba,” jelasnya.

Selanjutnya dijelaskan, kebijakan ini diberlakukan guna menghindari penggunaan data peserta BPJS yang tidak semestinya.

Hal ini berlanjut setelah ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai adanya permohonan layanan yang masih memakai identitas pasien yang telah meninggal.

“Oleh karena itu, digunakan validasi biometrik seperti sidik jari atau pengenalan wajah agar peserta yang hadir benar-benar sesuai dengan data yang terdaftar. Namun, pasien anak-anak dan keadaan darurat diberi pengecualian,” ujar Dadang.

Sementara antrian yang panjang di RSUD dr Murjani dikatakan disebabkan oleh keterbatasan alat verifikasi.

Pihak BPJS berencana menambahkan empat perangkat baru agar proses verifikasi dapat berjalan lebih cepat.

“Rekognisi wajah jauh lebih cepat dibanding sidik jari, hanya membutuhkan dua hingga tiga detik. Jadi jika perangkatnya ditambah, antrian bisa segera terurai,” katanya.

Dadang berharap BPJS dan pihak rumah sakit secepatnya memperbaiki sistem agar tidak lagi muncul keluhan dari masyarakat.

“Tujuan kita sama, yaitu memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan terbaik tanpa kesulitan dalam urusan administrasi,” ujarnya.

Exit mobile version