Lintaskriminal.co.id -–Bitcoin kembali membuat sejarah. Aset kripto terbesar di dunia ini melampaui rekor tertinggi baru sebesar USD 126.000 atau sekitar Rp 2,09 miliar per koin, menandai momen langka dalam pasar kripto.
Namun, di balik pertumbuhan yang luar biasa ini, terdapat sesuatu yang mengejutkan: para investor ritel tampaknya belum terlibat secara signifikan.
Dilansir dari BeInCrypto, Senin (7/10), kenaikan harga Bitcoin kali ini lebih banyak didorong oleh dana institusi dan perusahaan besar.
Aliran dana dari perusahaan investasi besar mengatasi gelombang posisishort(pertaruhan harga turun) dalam volume besar, mengakibatkan likuidasi besar-besaran di pasar berjangka.
Biasanya, saat Bitcoin mencapai rekor harga baru, terjadi sedikit penurunan harga akibat aksi ambil untung dari para investor ritel. Namun kali ini berbeda.
Setelah mencapai level tertinggi yang baru, harga sempat sedikit turun, namun aliran pembelian dari lembaga institusi tetap berlangsung dan mendorong kenaikan harga kembali.
“Rekor kali ini tidak menunjukkan pola biasa yang sering terjadi. Biasanya, kenaikan besar diikuti oleh penurunan cepat karena para pedagang mengambil keuntungan. Sekarang, pasar justru tetap stabil,” tulis BeInCrypto.
Ethereum juga mendekati rekor harga terbarunya, namun lonjakan Bitcoin menjadi yang paling mencolok di seluruh pasar. Meski terdengar menggembirakan, beberapa ahli melihat situasi ini justru perlu diwaspadai.
Data terkini menunjukkan bahwa investasi dalam produk Bitcoin ETF dan aset digital perusahaan mencapai USD 1,3 miliar (sekitar Rp 21,6 triliun) hanya dalam satu minggu. Angka ini belum termasuk pembelian besar dari perusahaan raksasa seperti MicroStrategy dan Metaplanet.
Situasi ini memperkuat kekhawatiran bahwa kenaikan harga Bitcoin kali ini lebih didorong oleh dana perusahaan, bukan partisipasi dari masyarakat umum. Jika benar, hal ini bisa menjadi perubahan signifikan dalam pola pasar kripto, yang sebelumnya dikenal bergerak karena partisipasi investor ritel.
Setelah Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) menyetujui ETF Bitcoin pada 2024, banyak pakar mempertanyakan apakah aliran dana institusi akan mengubah siklus harga kripto yang selama ini terkenal.
Saat ini, dengan dua rekor tertinggi dalam dua hari berurutan tanpa peningkatan signifikan dari partisipasi ritel, kekhawatiran tersebut semakin terlihat nyata. BeInCrypto menggambarkan situasi ini sebagai “anomali pasar” yang dapat menyulitkan prediksi harga di masa depan.
Apakah Bitcoin masih bisa dianggap sebagai alat perlindungan terhadap inflasi atau resesi? Apakah masa-masa sulit dalam dunia kripto seperti sebelumnya akan terulang kembali di masa depan? Pertanyaan-pertanyaan ini kini masih belum memiliki jawaban yang pasti.
Oleh karena itu, kenaikan Bitcoin menjadi Rp 2,09 miliar jelas mencerminkan tingkat kepercayaan yang besar dari investor institusi, namun ketiadaan antusiasme dari investor ritel membuat naiknya harga ini terasa berbeda.
Jika memang aturan lama di pasar kripto mulai berubah, maka cara memahami dan memprediksi pergerakan Bitcoin di masa depan mungkin harus diubah secara menyeluruh.