Indeks

Refleksi Kebijakan Baru BI Menghadapi Ekonomi Global

Oleh: Dr. Wahyu Maulid Adha

(Akadimsi Unsulbar)

Di tengah keindahan alam Bali yang menarik, para akademisi dan peneliti dari berbagai universitas serta lembaga penelitian di Indonesia berkumpul dalam sebuah pertemuan yang bukan hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga menjadi titik krusial dalam penyusunan kebijakan ekonomi nasional.

Kegiatan BI menyambangi akademisi ini diadakan pada 1-4 Oktober 2025, disajikan melalui kegiatan Diskusi Kelompok Fokus (FGD).

Acara ini berperan sebagai wadah untuk mengeksplorasi pemikiran para pakar mengenai langkah-langkah strategis Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah gejolak global yang semakin meningkat.

Berlangsung di The Stones Hotel Legian, Bali, para ilmuwan tidak hanya mengikuti penyampaian kebijakan BI, tetapi juga diajak untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang positif.

Kondisi ekonomi dunia pada tahun 2025 memang berada dalam masa yang penuh dengan tantangan.

Tegangan perdagangan antar negara besar, krisis energi, serta ketidakstabilan politik di beberapa negara utama berdampak signifikan terhadap perekonomian dunia.

Indonesia, sebagai negara yang sangat tergantung pada perdagangan internasional dan aliran modal global, tentu tidak mungkin terhindar dari pengaruh peristiwa ini.

Namun, Bank Indonesia menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi situasi ini melalui kebijakan moneter yang hati-hati tetapi tetap mempertahankan arah stabilitas.

Pada bulan September 2025, Bank Indonesia mengambil keputusan untuk mengurangi BI Rate menjadi 4,75 persen.

Suku bunga Deposit Facility (DF) dikurangi menjadi 3,75 persen, sedangkan suku bunga Lending Facility (LF) ditetapkan pada tingkat 5,50 persen.

Tindakan ini dilakukan guna memberikan dukungan kepada sektor nyata, mengurangi biaya pinjaman, serta meningkatkan likuiditas di pasar.

Dengan kebijakan ini, diharapkan sektor perbankan mampu terus memacu pertumbuhan ekonomi dengan memberikan kredit yang lebih murah, tanpa mengorbankan stabilitas moneter dan tingkat inflasi.

Dalam kegiatan FGD, pembahas pertama dari Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia menjelaskan bahwa diperlukan upaya untuk mendukung daya beli masyarakat yang sedang mengalami tekanan akibat dampak perlambatan ekonomi global.

Di sisi lain, kestabilan kurs rupiah menjadi fokus utama Bank Indonesia. Mengingat ketidakpastian global yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan tindakan di pasar valuta asing agar rupiah tetap stabil dan tidak mengalami perubahan yang terlalu besar.

Tidak kalah pentingnya dalam diskusi kelompok fokus tersebut adalah pembahasan mengenai perkembangan sistem pembayaran digital yang semakin pesat.

Bank Indonesia, dalam usahanya meningkatkan akses keuangan, telah mengeluarkan berbagai inisiatif digital, salah satunya adalah QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Inisiatif ini memungkinkan penggunaan kode QR umum untuk bertransaksi di seluruh Indonesia, yang bisa diakses oleh berbagai kalangan masyarakat, termasuk warga yang tinggal di daerah terpencil dan belum mendapatkan akses layanan perbankan konvensional.

Namun, di tengah antusiasme yang tinggi terhadap QRIS, Bank Indonesia menyadari bahwa tantangan utama bukan hanya dalam memperkenalkan teknologi baru, tetapi juga dalam memastikan infrastruktur dan penerimaan masyarakat terhadap teknologi tersebut berjalan dengan lancar.

Oleh karena itu, pada acara ini, Bank Indonesia mengungkapkan strategi-strategi yang akan diambil untuk memperluas pemanfaatan QRIS di berbagai bidang, seperti pariwisata, transportasi, dan pendidikan.

Selain itu, Bank Indonesia meluncurkan fitur baru dari QRIS, yakni QRIS TAP (Tanpa Pindai), yang menggabungkan teknologi NFC (Near Field Communication) agar dapat melakukan pembayaran tanpa kontak.

Pengguna hanya perlu mendekatkan perangkat mereka ke mesin pembayaran tanpa harus memindai kode QR. Teknologi ini semakin diminati di berbagai negara dan menjadi arus utama dalam dunia pembayaran digital.

Dengan QRIS TAP, Bank Indonesia berharap mampu menyediakan metode pembayaran yang lebih cepat dan mudah, mengingat perkembangan kecenderungan masyarakat yang semakin beralih pada pembayaran digital yang lebih sederhana dan efektif.

Diskusi FGD dilanjutkan dengan membahas kebijakan makroprudensial terbaru yang bertujuan menjaga ketahanan sistem keuangan Indonesia. Kebijakan ini menekankan pada penguatan sektor keuangan agar lebih mampu menghadapi tekanan ekonomi, baik dari dalam maupun luar negeri.

Salah satu kebijakan utama adalah buffer modal yang bersifat countercyclical, yang memaksa bank untuk menyimpan cadangan modal tambahan yang bisa digunakan ketika situasi ekonomi menurun, seperti krisis atau penurunan tajam dalam kondisi perekonomian.

Tujuan dari ini adalah agar bank tetap menjaga kestabilannya dan mampu terus memberikan kredit meskipun menghadapi tekanan ekonomi.

Selain itu, Bank Indonesia memberikan insentif kepada bank yang mendukung pendanaan terhadap sektor-sektor penting, seperti infrastruktur, teknologi, dan UMKM.

Dengan kebijakan ini, Bank Indonesia berharap bank-bank dapat lebih giat mendanai sektor-sektor yang krusial bagi perkembangan ekonomi jangka panjang.(*)

Exit mobile version