Konsel — PT. MEGA TAMBANG INDONESIA (PT. MTI) memiliki izin untuk Nikel dalam lingkup Operasi Produksi. Izin ini berlaku dari 2015-09-17 hingga 2031-02-07. Konsesi mencakup area seluas 1.758,00 hektar PT. MTI beroperasi di Kab. Konawe Selatan.
KTT PT. MTI dituduh menghalang-halangi Kegiatan Perlintasan Aktivitas Hauling PT. JAGAD RAYATAMA (PT. JR) di dalam Wilayah IUP-OP PT. MTI dan ditersangkakan dengan Pasal 39 angka 2 Paragraf 5 Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Undang-Undang RI, Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 136 (2) UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, oleh Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara.
Bahwa Pada tanggal 2-5 Juli 2024 pada saat kegiatan Pembinaan dan Pengawasan (BINWAS) Aspek Teknik dan Lingkungan yang dilakukan oleh Inspektur Tambang Direktorat jenderal mineral dan batubara kementerian ESDM dimana mendapatkan temuan pembangunan Workshop, Jalan Hauling dan Stockpile oleh PT. JR di Wilayah IUP OP PT. MTI dan BINWAS mewajibkan agar PT. JR segera membuat perjanjian kerjasama dengan PT. MTI, namun PT. JR tidak mau melakukan MOU, malah melaporkan KTT PT. MTI kepada Polda Sulawesi Tenggara, dengan alasan mereka telah membebaskan lahan di Wilayah IUP-OP PT. MTI, sehingga mereka merasa berhak melakukan kegiatan apa saja di Wilayah IUP-OP PT. MTI, termasuk perlintasan Hauling PT. JR di Wilayah IUP OP PT. MTI, padahal di dalam Undang Undang Pertambangan berbicara tentang WILAYAH Pertambangan, bukan berbicara siapa yang telah membebaskan tanah/lahan yang berhak atas Usaha Pertambangan.
Kwitansi Jual Beli Lahan yang diperlihatkan oleh penyidik, yang awalnya sebagai salah salah alat bukti oleh ditreskrimsus polda sultra untuk penetapan tersangka KTT PT. MTI, namun setelah penyidik mengetahui permohonan sertifikatnya PT. JR telah ditolak oleh BPN karena berada di dalam Wilayah IUP OP PT. MTI dengan nomor surat masuk dari BPN No. MP.01.02/123-74.05/IV/2025, penyidik polda sultra akhirnya menjadikan Sdri Antoni sebagai saksi untuk bisa melengkapi menjadi 2 alat bukti yang sah agar dapat segera menjadikan KTT PT. MTI tersangka.
Pada Tanggal 09 September 2024 KTT PT. MTI melakukan Penertiban di Wilayah IUP-OP PT. MTI yang sebelumnya melakukan Somasi dan pendekatan Persuasif berdasarkan Surat arahan BINWAS untuk melakukan MOU dengan Perusahaan PT. JR terkait aspek keselamatan, Teknis dan Lingkungan.
Ironisnya, Ditreskrimsus Polda Sultra menindaklanjuti Laporan PT. JR tersebut secara tidak Professional karena tidak memahami ketentuan-ketentuan didalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra telah keliru menyikapi dan menilai Perkara yang terjadi di Wilayah IUP OP PT. MTI. Padahal Perkara yang terjadi sesungguhnya adalah tindakan kegiatan Pengangkutan dan Penumpukan Bijih Nikel oleh PT. JR di wilayah IUP-OP PT. MTI TANPA IZIN yang dapat dikategorikan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 Pasal 173 Ayat 3,4,5 dan 6.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra mengesampingkan Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 Pasal 173 Ayat 3,4,5 dan 6, yang seharusnya menjadi acuan Penyidik dalam penanganan Perkara tersebut. Penyidik justru menggunakan Pasal 39 angka 2 Paragraf 5 Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Undang-Undang RI, Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 136 (2) UU No.4 Tahun 2009, sebagai acuan dalam Penanganan perkara tersebut karena menilai bahwa KTT PT. MTI dianggap telah melakukan Tindakan Pidana menghalang-halangi aktivitas Pertambangan PT. JR didalam Wilayah IUP OP PT. MTI .
Dalam penyidikan tersebut Ditreskrimsus Polda Sultra mengaku telah memiliki 2 alat bukti yang sah yaitu berupa:
1. Sdr. ANTONI adalah pelapor yang di jadikan sebagai saksi dan juga menjadi salah satu alat bukti.
2. Saksi Ahli Pidana Kementerian ESDM Sdr. BUANA SJAHBOEDDIN, yang dimintai keterangan Ahli oleh Polda Sultra, namun keterangan yang telah diberikan setelah menerima dan membaca Surat Masuk dari Legal Officer PT. MTI ke ESDM dengan Nomor Surat: 322/PM-JR/MINERBA/MTI/V/2025 pada Tanggal 08 Mei 2025 Perihal: Pengaduan. Saksi Ahli Sdr. Buana Sjahboeddin baru menyadari bahwa Bukti dan Fakta Lapangan tidak sesuai dengan Keterangan di BAP, sehingga menyebabkan KTT PT. MTI menjadi status tersangka, Sdr. Buana telah berupaya menghubungi penyidik Polda Sultra untuk mencabut BAP atau di BAP tambahan dan Penyidik Polda setuju untuk memberikan kesempatan untuk merubah BAP atau BAP Tambahan setelah Praperadilan.
Ini menunjukan Arogansi dilakukan oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra dalam menangani kasus Penyidikan Perkara tersebut di atas, diduga masalah kasus ini diatas di atensi oleh seorang pengusaha berinisial “FNI” yang juga ada hubungannya dengan kasus illegal tambang dan kerusakan hutan Lindung PT. Tonia yang sedang marak saat ini.
Penyidik tidak professional dan telah secara keliru menafsirkan Ketentuan-ketentuan didalam UU Pertambangan, UU Agraria dan KUH Pidana.
Dugaan pelanggaran pertambangan di kabupaten Konawe Selatan ini menjadi kontroversi dan menjadi sorotan media kali ini, bagaimana tidak KTT PT. MTI yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari APH, malah justru mendapatkan tindakan kriminalisasi oleh APH, dan ditersangkakan.
Bahwa Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda sultra tersebut, telah menciderai nilai-nilai keadilan, serta mengecewakan Kepercayaan masyarakat, sehingga mendorong PT. MTI terpaksa melakukan upaya hukum dengan mengajukan Permohonan Gugatan Pra-peradilan ke Pengadilan Negeri Kendari.
Sumber Berita: Legal Officer PT. MTI (Dedi Arman S.H.,M.H.).