Bukittinggi, lintastiga.com – Dua guru pondok Pesantren di duga melakukan pencabulan terhadap santrinya yang mana pelaku juga sebagai pengasuh di sebuah pondok pesantren terkenal di Canduang, Kabupaten Agam.
Dugaan tindakan cabul terhadap anak didiknya ini disampaikan langsung oleh Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol Yessi Kurniati, saat konferensi pers dengan puluhan awak media di Aula Polres Bukittinggi pada Jumat (26/7/2024) sore.
Kapolres mengatakan bahwa hingga saat ini jumlah korban telah mencapai 40 orang, dengan satu pelaku memiliki 30 korban dan pelaku lainnya 10 korban. “Kami masih melakukan pengembangan untuk mengetahui apakah masih ada korban lain. Jika ada korban lain, silahkan ajukan pengaduan ke Polresta Bukittinggi,” ucapnya.
Modus pelaku adalah dengan mengajak santri satu per satu dengan alasan untuk meminta bantuan pijat. Kemudian, pelaku melakukan tindakan tidak senonoh seperti meraba kemaluan dan bagian tubuh tertentu. Ada juga yang melakukan tindakan hubungan intim, kata Kapolres.
Kapolres menambahkan, Dua pelaku yang berinisial RA (29) dan AA (23) adalah sebagai guru di pondok pesantren tersebut, RA sudah berkeluarga sementara AA belum. Kami masih mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya korban lain.
Kapolres juga menghimbau agar korban melaporkan ke Satreskrim atau langsung berkoordinasi dengan sekolah terkait, jika ada korban lain. Pada kesempatan itu, Kapolresta Yessi juga berpesan kepada awak media untuk menggunakan bahasa yang lebih sejuk dalam mempublikasikan kasus ini, mengingat korbannya adalah anak-anak yang masih sekolah.
Sekarang Kedua pelaku diancam pidana perlindungan anak dengan ancaman 5 hingga 15 tahun ditambah 1/3 karena pelaku adalah tenaga pendidik, ucap Yessi.
Di tempat terpisah, Pimpinan Ponpes, Buya Drs. Anas Khatib Bandaro, M.M, melalui Humasnya pada Jumat pagi (26/7/2024) sebelum jumpa pers dengan awak media di polresta terkait kasus ini, menyatakan kepada media Matajurnalist.com, bahwa pihaknya mengecam keras tindakan LGBT dan akan memberikan sanksi tegas terhadap pelakunya.
Pihak Pesantren membenarkan kejadian tersebut seperti yang disampaikan Humas Pesantren, “Ya, itu memang benar terjadi. Kami sangat mendukung aparat kepolisian untuk memproses kejahatan ini secara hukum. Kami juga sudah menjatuhkan PTDH (Pemecatan Tidak Dengan Hormat) kepada yang bersangkutan dan mencabut semua hak-haknya,” ujarnya.
“Pondok pesantren telah membuka posko pengaduan dan menyediakan layanan psikolog bagi korban. Kami juga telah mengadakan rapat bersama yayasan, pimpinan pondok, wali kelas, guru, dan aparat pemerintahan jorong serta karang taruna untuk menangani kasus ini dan membersihkannya sampai ke akar-akarnya,” pungkasnya.(N)